Semua manusia membutuhkan harta
untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Salah satu jalan yang terbaik untuk
mendapatkan harta adalah dengan bekerja dan untuk itu Alloh SWT
telah membekali manusia dengan akal yang sehat dan petunjuk dalam Al
Qur’an bagaimanan manusia harus menggunkan akalnya untuk berihtiar mencari
rizki Alloh SWT. Namun demikian tidak
semua manusia mau memanfaatkan kedua-duanya yaitu akal dan Al qur’an. Sebagian manusia
hanya memanfaatkan akalnya saja dalam bekerja, sehingga apa yang didapatkan
hanyalah manfaat yang sangat kecil. Bekerja hanya untuk memenuhi tuntutan hidup
di dunia yang sekejap, sementara kehidupan akhiratnya yang kekal terabaikan.
Padahal kalau manusia mau memanfaatkan keduanya yaitu Akal dan Al Qur’an dalam
bekerja, maka disamping bekerja dapat memenuhi tuntutan hidup di dunia juga
dapat bernilai ibadah yang dapat menyelamatkan dari hisab harta juga dapat
menjadi jalan kenikmatan di akhirat berupa syurga.yang kekal.
A. Bekerja sebagai Tuntutan dalam Hidup
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia bekerja adalah melakukan suatu pekerjaan
(perbuatan). Setiap pekerjaan atau perbuatan yang dilakukan oleh manusia,
pastilah didasarari oleh tujuan-tujuan tertentu. Sehingga dapat dikatakan bahwa
bekerja adalah melakukan perbuatan atau pekerjaan untuk mencapai tujuan
tertentu, dan tidak semua manusia merumuskan tujuan yang sama dalam bekerja.
Salah satu
tujuan bekerja adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kebutuhan adalah
keinginan manusia terhadap barang maupun jasa yang dapat memenuhi kepuasan
jasmani dan rohani demi kelangsungan hidup.
Pengertian kebutuhan jasmani secara umum adalah kebutuhan
yang dirasakan oleh fisik manusia. Kebutuhan jasmani berkaitan langsung dengan
tubuh manusia. Jika kebutuhan jasmani tidak dipenuhi, maka manusia akan
mengalami masalah.
Kebutuhan rohani adalah kebutuhan yang berkaitan dengan
psikologis manusia. Yang merasakan kebutuhan rohani bukanlah fisik manusia,
melainkan jiwa manusia yang paling dalam. Kebutuhan rohani tidak berkaitan
langsung dengan fisik manusia sehingga tidak bisa kita lihat secara langsung.
Kebutuhan rohani merupakan kebutuhan batin yang hanya dirasakan oleh individu
yang bersangkutan.
Berdasarkan pengertian kebutuhan jasmani dan rohani dari
beberapa pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa bekerja merupakan tuntutan
hidup untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani. Menjadi kelaziman manusia
dalam hidup untuk makan , minum, berpakaian , beristirahat di rumah. Untuk
memenuhi itu semua, manusia harus bekerja.. Di samping itu manusia juga
membutuhkan pengakuan akan eksistensi diri baik dalam keluarga maupun
lingkungan, baik lingkungan tempat bekerja maupun lingkungan secara luas.
Eksistensi diri seseorang sangat terkait dengan adanya penghargaan dari
lingkungan. Hal ini merupakan bagian dari kebutuhan rohani. Dengan bekerja
(red: tanpa memandang jenis pekerjaan) , seseorang akan lebih mendapatkan
penghargaan dan pengakuan sehingga eksistensi diri akan meningkat.
B. Bekerja sebagai Ladang Ibadah
Dalam Islam
bekerja memiliki makna berikhtiar atau berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup
di dunia dalam rangka beribadah kepada Alloh SWT. Dalam rangka menuju kehidupan
akhirat yang kekal, manusia harus melewati jembatan dunia. Selama di dunia,
manusia tidak akan bisa lepas dari kebutuhan dunia termasuk kebutuhan yang
bersifat materiil.Untuk memenuhi kebutuhan materi, manusia harus menyingsingkan
lengan membanting tulang atau bekerja keras sebagaimana firman Alloh dalamAl Qur'an
surat Ar Ra'du ayat 11.
إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ
يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
Artinya
:...Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.
Ayat di atas menegaskan pentingnya
manusia untuk berikhtiar dalam rangka merubah keadaan menjadi lebih baik untuk
memenuhi kebutuhan hidup. Namun demikian manusia tidak boleh lengah dengan
gemerlapnya kenikmatan duniawi, karena hal ini akan sangat merugikann manusia
itu sendiri. Banyak ayat -ayat Al Qur'an atau Hadits Nabi yang menjelaskan
bahaya, cela, dan fananya dunia, sebagaimana dijelaskan dalam ayat-ayat Al
Qur'an berikut :
Ketahuilah,
bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang
melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan
tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang
tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi
kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan
di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya.
Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.
(Al-Hadid:20)
Q.S. Yunus
ayat 7-8
Artinya:
Sesungguhnya
orang-orang yang tidak mengharapkan tidak percaya akan) pertemuan dengan Kami,
dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan
itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami, mereka itu tempatnya ialah
neraka, disebabkan apa yang selalu mereka kerjakan. (Yunus:7-8)
Ayat- ayat di atas menunjukkan betapa fana dan remehnya dunia, bahkan dapat
menjadi sesuatu yang mengerikan apabila manusia tidak dapat mensikapi secara
bijaksana terhadap dunia. Harta adalah ujian bagi manusia sebagaimana
disebutkan dalam Hadits Nabi Muhammad saw.
Dari Ka'ab
bin 'Iyadl, Rasululloh saw bersabda:
اِنَّ
لِكُلِّ اُمَّة فِتْنَة، وَفِتْنَةُ اُمَّتِى الْمَالُ
-رواه الترمذى
Ujian
harta merupakan ujian dalam katagori berat karena sifat harta adalah
seperti fatamorgana yang mendorong banyak manusia untuk selalu mengejar tanpa
batas, semakin di dapat semakin mendorong seseorang mendapatkan lebih
lagi dan menjauhkan dari rasa puas. Dan pada akhirnya akan melahirkan
manusia-manusia yang mencintai harta atau dunia. Hal inilah yang amat dibenci
oleh Alloh swt. dan membawa kerugian yang amat besar dalam hidup manusia.
Seseorang yang mencintai dunia (حُبُّ الدُّنْيَا
) akan selalu menyibukkan diri dan tenggelam dengan urusan dunia atau harta dan
melalaikan urusan akhirat, sehingga dikatakan dalam hadits Nabi bahwa Hubbud
Dunya adalah dapat menjadi sumber maksiat.
حُبُّ
الدُّنْيَارَأْسُ كُلِّ خَطْيْئَةٍ فَعَلَيْكَ الْاِعْرَاضَ عَنْهَا
Artinya:
Mencintai keduniaan adalah pangkal segala maksiat, maka jauhkanlah darimu.
Seseorang
yang tenggelam dalam kemewahan dunia dan melalaikan akhirat adalah bentuk
kedholiman pada diri sendiri , karena yang demikian itu sama halnya dengan
merampas hak diri untuk mendapatkan masa depan yang menyenangkan di akhirat
kelak, karena semua proses kehidupan manusia di dunia harus
dipertanggungjawabkan di akhirat kelak, sebagaimana firman Alloh swt
Artinya: Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung jawaban)?- Q.S. AlQiyamah ayat 36
Terlebih lagi sifat dunia adalah
fana dan sangat singkat. Dan hal ini berbanding terbalik dengan sifat
akhirat yang kekal sebagaimana digambarkan dalam Hadits Nabi.
مَا الدُّنْيَا فِي الآخِرَةِ إِلاَّ مِثْلُ مَا
يَجْعَلُ أَحدُكُمْ أُصْبُعَهُ فِي الْيَمِّ . فَلْيَنْظُرْ بِمَ يَرْجِعُ؟
“Dunia dibanding akhirat, tidak lain seperti salah
seorang di antara kamu menyelupkan jarinya ke dalam lautan (kemudian diangkat),
lalu lihatlah yang menempel darinya?” (HR. Muslim)
Singkatnya kehidupan dunia dapat
dilihat dari fenomena kematian manusia yang tidak mengenal usia. Dengan
kematian, maka hilanglah semua kenikmatan duniawi dan hanyalah amal yang akan
menyelamatkan manusia dari siksa kubur. Betapa ruginya orang yang
menumpuk-numpuk harta tanpa didampingi pengelolaan harta secara benar
berdasarkan syariat Islam.
Larangan adanya sifat Hubbud dunya ( cinta dunia) bukan berarti berlaku
larangan juga mencari harta atau sesuatu yang bersifat duniawi. Justru
sebaliknya mencari harta atau bekerja diperintahkan dalam agama, sepanjang
sesuai atau tidak bertentangan dengan aturan agama. Bahkan Alloh memberikan
derajat yang tinggi kepada orang yang bekerja sebagaimana diriwayatkan, “beberapa
orang sahabat melihat seorang pemuda kuat yang rajin bekerja. Mereka pun
berkata mengomentari pemuda tersebut, “Andai saja ini (rajin dan giat)
dilakukan untuk jihad di jalan Allah.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam segera
menyela mereka dengan sabdanya, “Janganlan kamu berkata seperti itu. Jika ia
bekerja untuk menafkahi anak-anaknya yang masih kecil, maka ia berada di jalan
Allah. Jika ia bekerja untuk menafkahi kedua orang-tuanya yang sudah tua, maka
ia di jalan Allah. Dan jika ia bekerja untuk memenuhi kebutuhan dirinya, maka
ia pun di jalan Allah. Namun jika ia bekerja dalam rangka riya atau berbangga
diri, maka ia di jalan setan.” (HR Thabrani, dinilai shahih
oleh Al Albani)
Artinya : karena Sesungguhnya sesudah
kesulitan itu ada kemudahan, Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada
kemudahan.Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah
dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain”
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa bekerja
itu adalah suatu keharusan dan merupakan
keutamaan dalam Islam sepanjang dilakukan atas dasar Lillahi Ta’ala
dalam rangka ibadah kepada Alloh SWT, sebagaimana tujuan Alloh SWT dalam
menciptakan manusia tidak lain kecuali untuk
beribadah kepada Alloh. Firman Alloh SWT dalam surat Adz-Dzariyat(51)
ayat 56
“ dan aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”
Dalam
agama Islam, hal pertama yang dilihat dari setiap amal adalah niat, Amal yang
baik ( Amal Sholih ) dapat berubah menjadi tidak baik dengan niat yang tidak
benar. Akan tetapi amal yang tidak baik tidak dapat tertutupi dan berubah
menjadi amal sholeh meskipun dengan niat yang baik. termasuk dalam kegiatan
bekerja. Bekerja dapat menjadi amal sholeh yang bernilai ibadah apabila
diniatkan karena mencari ridlo Alloh swt. Sebagaimana hadits
Nabi
إنَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ وإِنَّما لِكُلِّ امريءٍ ما نَوَى فَمَنْ
كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُولِهِ فهِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُوْلِهِ ومَنْ
كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُها أو امرأةٍ يَنْكِحُهَا فهِجْرَتُهُ إلى
ما هَاجَرَ إليهِ
“Artinya: Sesungguhnya
setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang
ia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya
untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau
karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
Implementasi dari niat bekerja
lillahi ta’ala tersebut akan tercermin dari perilaku- perilaku manusia dalam
bekerja sebagai berikut:
1. Mencari pekerjaan dengan cara yang halal.
2. Mencari dan memilih pekerjaan yang halal
3. Melakukan pekerjaan dengan amanah, profesional dan
tanggung jawab
4. Tidak mengurangi nilai ibadah, bahkan semakin
meningkat sebagai bentuk ras syukur kepada Alloh SWT
5. Hasil dari pekerjaan dimanfaatkan untuk ibadah seperti
memenuhi kebutuhan sehari-hari, zakat, infak, shodaqoh.
Hisab harta merupakan hisab yang berat, karena pertanyaannya
2 kali, bagaimana ia mendapatkan dan bagaimana ia membelanjakan hasilnya. Sebagaimana hadits Nabi SAW: Dari Abu Barzah Al Aslamiy (namanya Nadhlah
bin ‘Ubaid) ra, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda
لاَ تَزُوْلُ قَدَمَا العَبْدِ يَوْمَ القِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ
عُمْرِهِ فِيْمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فيمَا عَمِلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ
اكْتَسَبَهُ وَفِيْمَا أَنْفَقَهُ وَعَنْ جَسَدِهِ فِيْمَا أَبْلاَهُ
"Artinya:
tidak akan bergeser kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat hingga ia ditanya
tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang ilmunya apa yang telah ia
perbuat dan tentang hartanya darimana ia mendapatkannya dan untuk apa saja ia
membelanjakannya dan tentang anggota badannya untuk apa saja ia gunakan".
(HR. Tirmidzi)
Dalam mencari harta mungkin banyak orang yang sudah dapat
mempertimbangkan dan memilih dengan cara yang halal, , tetapi dalam
membelanjakannya, terkadang orang tidak terlalu memikirkannya karena merasa itu
adalah hasilnya sendiri. Padahal di samping harus memanfaatkan harta itu untuk sesuatu
yang halal juga harus mempertimbangkannya nilai manfaatnya jangan sampai masuk
pada pembelanjaan yang melampaui batas atau mubadzir, apalagi tanpa
mempertimbangkan lingkungan yang lebih membutuhkan.
Banyak sisi positif yang bisa diperoleh dari bekerja keras. Dengan kita dapat mentasarufkan harta sesuai dengan petunjuk dari Alloh SWT, maka harta yang kita miliki disamping dapat kita manfaatkan untuk mencukupi kebutuhan di dunia juga dapat mencukupi kebutuhan kelak di akhirat. Karena hakekatnya harta yang kita keluarkan untuk zakat, shadaqoh, infak atau untuk di jalan Alloh yang lain tidaknya hilang tetapi justru akan bertambah dan akan kita nikmati kelak di syurga. Disamping itu juga terdapat nilai sosial yang akan sangat membantu orang lain. Hal ini yang mungkin akan dapat mengantarkan kita menjadi sebaik-baik makhluq sebagaimana hadits Nabi SAW
Banyak sisi positif yang bisa diperoleh dari bekerja keras. Dengan kita dapat mentasarufkan harta sesuai dengan petunjuk dari Alloh SWT, maka harta yang kita miliki disamping dapat kita manfaatkan untuk mencukupi kebutuhan di dunia juga dapat mencukupi kebutuhan kelak di akhirat. Karena hakekatnya harta yang kita keluarkan untuk zakat, shadaqoh, infak atau untuk di jalan Alloh yang lain tidaknya hilang tetapi justru akan bertambah dan akan kita nikmati kelak di syurga. Disamping itu juga terdapat nilai sosial yang akan sangat membantu orang lain. Hal ini yang mungkin akan dapat mengantarkan kita menjadi sebaik-baik makhluq sebagaimana hadits Nabi SAW
خَيْرُ الناسِ أَنْفَعُهُمْ لِلناسِ
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia” (HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni. Hadits ini dihasankan oleh al-Albani di dalam Shahihul Jami’ no:3289).
Posting Komentar untuk "KONSEP BEKERJA DALAM ISLAM"